Tuesday, February 2, 2010

When Love and Hate Collide


Tumpukan kertas di mejaku membuatku ingin sekali menghirup oksigen lebih dalam dan sejenak otakku mengajakku untuk berbicara, berbicara atas apa yang baru saja terjadi dalam hidupku

Kesibukanku akhir-akhir ini membuatku lupa untuk mencari pengganti Seena. Setelah putus dari Seena aku sibuk dengan pekerjaanku, sampai suatu saat banyak teman dan keluarga yang mengingatkanku untuk mencari pengganti seena. Memang perpisahan dengan Seena lumayan cukup membuatku terpuruk, kini dia sudah memiliki keluarga sendiri dan itu memang keputusanku juga untuk mundur darinya dan membiarkan dia menikah dengan pilihan orang tuanya. Bagiku Seena terlalu baik, terlalu tinggi dan terlalu jauh kuraih. Meski kami sudah pacaran lebih dari 5 tahun, namun saat dia mengajakku menikah, rasa minderku semakin menjadi, rasa PDku hilang sudah, ditambah lagi dengan kekayaan keluarganya yang sangat jauh berbeda dengan keluargaku yang sederhana.

“San, istirahat dulu yuks”, kudengar Adi memanggilku.

“Yuks, kemana” jawabku

“Makan siomay yuk ke food court?” ajak Adi.

Kebetulan kantorku bersebelahan dengan Plaza Senayan, jadi aku selalu bisa menghilangkan penat sesaat di food court, lalu kemudian aku lanjutkan pekerjaanku sampai larut malam.

Adi adalah teman dekatku di kantor, memang kami berbeda divisi, namun karena kami sama-sama sering lembur, akhirnya kami jadi sangat akrab, bahkan aku merasa memiliki sepupu, tempat aku sharing. Apalagi Adi adalah seorang yang amat pendiam dan tidak banyak teman yang dia miliki ,jadi kami lumayan cocok sebagai teman.

“Jadi siapa nih San yang kamu mau ajak ke acara Family Day?”. Tanya Adi.

“ Aku nggak tau Di.....memang penting gitu ya? Bawa pasangan ke acara family day??” Jawabku.

“ya pentinglah San, at least kamu bisa ngenalin seseorang karena semua yang berkeluarga disini pastilah memperkenalkan keluarganya” Jelas Adi.

”Gini deh, gimana kalo kita taruhan, kalau kamu bisa ajak seorang cewe ke acara Family Day, aku ngaku kalah deh, aku traktir makan sepuasnya di the Buffet, gimana?” tantang Adi.

Sejenak kuberfikir, dalam hati aku amat malas untuk menuruti tantangan Adi itu, konyol saja menurutku, karena menurutku jodoh akan datang di waktu yang tidak kita duga, bukan mencari jodoh karena desakan suatu hal, dalam hal ini masalah taruhan.

Tiba-tiba sekonyong-konyong jiwa sombongku bangkit dan terceletuklah jawaban ”baiklah Di, gue bisa taruhan kalo gue bisa ajak cewe cantik yang duduk disana itu” jawabku atas tantangan Adi sambil menunjuk ke arah cewe cantik tadi.

Kulihat wajah Adi terlihat kaget dan seperti tidak percaya. Serentak kaki ini menarikku untuk menghampiri gadis manis yang duduk di antara teman-temannya itu. Entah ada keberanian apa, aku tiba-tiba saja sudah duduk diantara 4 orang cewe. Langsung saja aku berkenalan dan sepertinya perkenalanku itu disambut hangat olehnya.

”Boleh duduk disini” tanyaku
“Boleh, silahkan” jawabnya
“Namaku Rendi Arisandi, panggil saja aku Sandi” sapaku sambil mengulurkan tanganku.
”Namaku Lidya Hasibuan, panggil saja aku Lidya” jawabnya.

Tak lama diriku sudah larut ngobrol dengannya, tak lupa dia memberikan no tlpnya, sepertinya dia berharap sekali akan kutelpon dikemudian hari. Kemudian ada yang mencolekku dari belakang ”ayo bro kita kerja lagi”, terdengar suara Adi mengajakku kembali ke kantor.

”Sampai ketemu lagi ya Lidya, kapan-kapan aku telepon ya daaagggg” kataku sambil lenganku sudah digeret Adi untuk segera bergegas kembali ke kantor.

”Kamu sudah gila apa San” kata Adi.

”kenapa?” tanyaku

”Yang kumaksud adalah, kamu beneran ngajak seseorang ke acara family day, bukan asal ciduk cewe sembarangan” jelas Adi.

”Ahhh tenang aja Di, gue ga akan main hati, gue Cuma mau biar gue bisa punya gandengan di acara Family Day. Gue ga semudah itu jatuh cinta bro, meski memang cewe tadi cantik ya? hehehhe” bantahku

”tuh kan, hati-hati aja deh kata-kata lo, hati-hati aja jangan asal jatuh hati, apalgi kulihat dia sepertinya SPG department store. Maaf ya San, bukan gue ngerendahin pilihan lo tadi, Cuma lo tau sendiri kan SPG, kadang ada yg...maaf ya bro, ada yang bispak atau bibit bebet bobotnya lo ga tau. Walau gue tau kita sama-sama jomblo, tapi bibit bebet bobot amatlah penting bro” jelas Adi panjang lebar. Seolah-olah Adi kenal betul siapa yang baru saja aku ajak kenalan dan sepertinya dia takut kehilangan seorang sahabat kalau aku bisa jadian sama cewe tadi itu.

Nomor HP Lidya memang aku simpan, tapi sama sekali aku tidak menelponnya, aku hanya berjaga2,kalau memang aku jadi bawa seseorang ke family day, dalam hitungan menit, dengan mudah aku tinggal menelpon saja.

Dua hari kemudian, setelah pekerjaannya selesai dan setelah berhari-hari ini aku sibuk dengan lembur dan lembur, hari ini aku harus langsung pulang. Aku ingin mampir ke Plaza senayan untuk beli sesuatu untuk mamaku. Kebetulan Sabtu besok aku mau pulang ke kampung halamanku, bertemu dengan Mama.

Saat aku sedang memilih-milih roti di toko bakery, sekilas kudengar ada yang memanggilku, pas aku nengok, ternyata Lidya sudah berada di belakangku.

”Hai Lid, apa kabar?” sapaku.

”Kok nggak pernah nelpon sih San?” tanyanya.

”Maaf, kemarin-kemarin aku sibuk banget, biasalah ngurusin laporan pajak” jawabku

”Pa kabar kamu? Baru pulang kerja juga? Kamu SPG dimana sih?” tanyaku

”Aku SPG di Metro San, kapan-kapan mampir ya?” ajaknya

“Ok, kapan-kapan InsyaAllah aku mampir”. “oiya, kita makan malam bareng yuks?” ajakku

Akhirnya malam ini aku makan malam sama Lidya, cewe manis berdarah Batak. Aku ngobrol banyak dengan dia, dan aku juga sudha mengutarakan maksudku untuk mengajaknya ke acara family day kantorku. .Sepertinya ajakanku itu disambut dengan antusias olehnya, selaksa dia menunggu ajakan selanjutnya dariku untuk bertemu.

Sampai tiba hari H dimana aku mengajak Lidya, kuperkenalkan ke teman-teman kantorku bahwa aku ada pendamping, karena aku juga khawatir, kalau aku nggak bawa gandengan, nanti mereka kira aku “ada main” dengan Adi, heheheh, karena kemana-mana aku selalu bareng Adi.

Waktu berjalan tak terasa, tak kusangka hubungan aku dengan Lidya semakin dekat, hingga akhirnya aku resmi jadian dengannya. Hingga tak kukira waktu berjalan begitu cepat, 2 tahun lebih aku dan dia sudah resmi berpacaran, meski terkadang ada saja yang hambar dalam hubunganku ini. Terkadang Lidya tidak bisa memahami aku yang begitu sibuk dengan kerjaanku, tak jarang dia sering menantangku untuk melamarnya, namun yang kurasa hanyalah memiliki Lidya sama saja seperti memiliki adik, aku amat sayang dengannya, namun entah kenapa ada saja rasa takut apabila kupilih langkah untuk melamarnya. Aku takut apa yang kubisa jalani sekarang tak bisa kulakukan hanya karena aku punya istri. Namun karena desakan darinya, akhirnya aku memberanikan diri bicara dengan mamaku untuk melamarnya. Tetapi tanpa kuduga, mamaku yang sudah beberapa lama belakangan ini selalu menerima baik Lidya bertandang ke rumah, namun kenyataannya, ternyata mama menolak untuk melamarkan Lidya untukku. Mama tidak setuju bila aku serius dengan Lidya. Mamaku kira aku hanya main-main dengan Lidya, itulah sebabnya mama membiarkan aku dekat dengannya bertahun-tahun. Sungguh pukulan yang teramat sangat, tak kusangka mama menolak pilihanku.


Waktu berjalan terus, sampai akhirnya dengan berbagai cara Lidya mencoba masuk ke keluargaku. Karena keluargaku berbusana islami, maka tak lama setelah penolakan itu, Lidya mengenakan busana Muslim yang smoga dengan harapan mama mau menerima Lidya menjadi menantunya.

Lama kelamaan, karena kesibukanku dan kesibukan Lidya, akhirnya beberapa saat kami jarang bertemu. Hubungan kami masih baik, namun karena pekerjaan Lidya yang menuntutnya untuk kerja lembur dan shift, maka kami jarang bertemu. Terkadang aku berpikir, kenapa Lidya tidak mundur saja dariku? Namun karena sudah lama kami bersama, aku tidak mungkin tega untuk memutuskannya, dia sudah menjadi bagian dalam kehidupanku, sudah seperti adik yang teramat kusayang.

Suatu hari dengan keberanianku, aku bicara baik-baik dengan Lidya, kuutarakan bahwa hubungan kami sudah tidak direstui orang tuaku, alangkah baiknya kalau dia mencoba mendapatkan yang lebih baik dariku, sekarang kami memang masi jadian, tapi tidak menutup kemungkinan untuknya mendapatkan pengganti dariku. Apabila saatnya dia sudah mendapatkan penggantiku, maka aku akan mundur teratur. Untuk saat ini, bagiku Lidya hanyalah seorang sosok yang kusayang sebagai adik, namun terasa hambar di saat aku berkomunikasi lebih jauh dengannya. Terkadang aku juga kesal dengannya, tatkala keluarganya selalu menganggap aku ini sebuah permata, padahal aku berharap, wanita yang mencintaiku adalah wanita yang menganggap aku sebagai batu koral walaupun misalnya aku sebuah batu permata. Pernah suatu hari di hari lebaran, saat aku dengan semangat membawakan keluarganya setoples castangle kesukaanku dan buatanku sendiri, namun apa yang disambut oleh mereka? Mereka menertawakanku dan mereka meledekku ”masa orang pajak Cuma bawa castangle, kirain bawain baju baru dan uang THR”. Sungguh saat itu aku amat terpukul dan mengakibatkan aku malas untuk berkunjung ke rumahnya lagi.

Waktu berlalu, tanpa ada perubahan sikap dari mamaku, dan tidak ada perubahan sikap dari Lidya. Selalu saja Lidya menganggap akulah yang terbaik, tidak ada penggantiku yang lebih baik. Padahal beberapa kali Lidya sudah mencoba dekat dengan pria lain. Namun tetap saja dia sulit lepas dariku.

Di saat kami sama-sama sedang menunggu adanya keajaiban agar orang tuaku menerimanya, aku gunakan weekendku kongkow-kongkow dengan teman-temanku. Aku sekarang sudah tidak bekerja di Sentral Senayan yang lokasinya di sebelah Plaza Senayan lagi, sekarang aku bekerja di perusahaan lain yang lebih membuatku nyaman dan tidak menuntutku untuk lembur terus. Di antara teman kantorku, aku akrab dengan Hadi, kebetulan hadi ini teman kantorku di Sentral Senayan juga dan atas info darinyalah aku bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerja di kantor yang sama dengan Hadi.

Hadi lumayan dekat dengan Aisya. Aisya juga temanku waktu di Sentral Senayan. Namun kami baru mulai akrab semenjak aku satu kantor dengan Hadi. Bahkan kami sempat menghabiskan weekend bersama di kampung halamanku di Ciwidey.

Sepulang dari ciwidey itu memang banyak sekali perubahan dalam hatiku, enatah kenapa Aisya yang awalnya waktu aku kenal dia di Sentral Senayan adalah seorang sosok cewe yang sombong, angkuh, sok pinter, aku amat sangat membenci orang yang gayanya sok pinter, belagu, sombong, sok high class gitu, apalagi dulu dia bergaulnya dengan boss-boss dan expat-expat, setelah dekat dengannya, yang kutahu malah bertolak belakang dengan Aisya yang kukenal dulu. Ternyata Aisya yang sesungguhnya adalah orang yang amat bersahaja, smart, low profile, tidak sebelagu yang kukira, bahkan di luar dugaanku agamanya juga lumayan OK, bahkan agamanya melebihi Lidya. Tanpa kusadari, aku merasa nyaman saat berkomunikasi, curhat dan berinteraksi dengannya. Apakah ini yang dinamakan cinta?

Waktu berlalu, tanpa kusadari sepertinya hatiku tersangkut pada sosok Aisya. Cewe hitam manis yang terlihat beda dari wanita biasa. Sampai akhirnya, beberapa lama aku dekat dengannya aku memberanikan diri untuk menyatakan bahwa aku suka padanya, namun pernyataanku itu malah membuat kami sempat renggang, karena Aisya memang tahu bahwa aku sudah punya Lidya dan berani-beraninya aku masih berani mengungkapkan isi hatiku sedangkan statusku masih bersama Lidya. Saat itu Aisya marah besar padaku. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena tak lama kemudian kami dekat kembali dan membiarkan kondisi yang ada berjalan berjalan apa adanya, karena memang cinta kami bersemi tanpa perencanaan dan tanpa diduga duga. Cintanya juga mengetuk hatiku untuk menyapa hatinya.

Beberapa bulan kemudian, aku masih dekat dengan Aisya, namun tanpa kuduga mamaku tiba-tiba merestui hubungan aku dengan Lidya dan ingin segera melihat anaknya yang bontot ini menikah.

Dalam kesempatan itu, aku utarakan maksudku ke Lidya, saat itu aku asal saja bicara, aku bilang ”aku tidak mau menikah besar-besaran, aku mau sederhana, akad saja”, dengan alasan dan harapan semoga Lidya menolak ajakanku menikah secara sederhana, karena kutahu keluarga Lidya amat sangat mengharapkan pernikahan kami besar-besaran. Tanpa kuduga, ternyata keluarga Lidya menerima permintaanku untuk menikah sederhana dan mamaku merestui hubungan kami. Dengan begitu, maka alasan aku untuk tidak menikah dengan Lidya sudah tidak ada lagi. Walaupun hatiku sudah terisi dengan Aisya, namun dengan kondisi ini, aku amat sangat tidak bisa mengelak apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Huff mungkin Allah berkata lain.

Beberapa minggu kemudian, sikapku ke Aisya menjadi kaku, aku jadi diam dan merasa sangat bersalah, aku tidak berani menyapanya, aku amat sangat tertekan, aku amat sangat ingin berontak, aku amat sangat ingin menceritakan masalahku ini kepada orang yang dapat kupercaya.

Tibalah suatu hari, aku mendapatkan sederetan surat elektronik dari Aisya, yang subjeknya ”Selamat Berbahagia”

Selamat sudah sukses dengan mulus membuat seorang yang amat
sangat gak PD menjadi lemes, kehilangan keceriaan, kehilangan konsentrasi,
kehilangan tetes air mata yang sangat berharga dan kehilangan keberanian untuk
maju 1 langkah dalam tingkatan hidup. Terkadang mungkin kepuasan seseorang
harus mengorbankan kepuasan yg lain.

Terima kasih sudah mengajarkanku banyak hal. Terima kasih sudah bisa menandingi
rasa yang pernah kurasa. Terima kasih sudah membuka mataku dalam mengartikan
makna dalam kata, firasat dan polah. Terima kasih juga sudah dapat mengurangi
jatah makanku, sehingga aku dapat berhemat karena tak kuasa menelan nikmatnya
saat makan. I loose my appetite.

Maaf kalau gw banyak salah dan kekurangan dan bukan maksud untuk mengacau
pikiran lo,karena ini memang cara gw dalam bercerita dan mengurangi beban yg
ada,melalui kata- kata, biar besok gw bisa beraktivitas normal. Jadi ga usah
kawatir,gw akan bersikap normal & bisa mengatasi segala rasa yg ada setelah
gw menuangkannya dalam tulisan ini. Hopefully i can act like there's nothing
happened between us n act like a friend in normally.

Sekali lagi maaf dan terima kasih.

Tak kusangka Aisya bisa mengirimkanku deretan kalimat seperti itu, sepertinya dia teramat sedih dan kecewa atas keputusanku ini. Beberapa lama email tersebut aku diamkan, aku berpikir apa yang harus kubalas, jawaban apa yang terbaik untuknya. Penat sudah masalah ini kuemban.


Saat hati ini dan otak ini sudah selesai berkompromi dan sudah mendapatkan jawaban, maka dengan mudah aku menuliskan jawaban atas emailku ke Aisya.
Aku yang biasanya tak pandai merangkai kata-kata manis, kali ini aku balas emailnya dengan kata-kata manis juga.

Aku tidak bisa berkata
aku tidak bisa bersikap aku tidak bisa membela, karena semua sudah tidak mempunyai
makna.

Tapi ijinkan kalimat ini keluar dari mulut ini, "Maafkan aku yang tidak bisa memiliki apa yang ku ingin".


Akhirnya dengan segala keberanian tersebut, kuklik tombol send di layar komputerku. Semoga Aisya puas dengan jawabanku itu. Mungkin saat ini Aisya amat sangat membenciku, amat sangat marah kepadaku. Dia mengira aku mempermainkannya, namun di lubuk hatiku yang terdalam, aku teramat sangat ingin memilikinya, namun apa dikata, jodoh sudah diatur semua oleh Allah, sehingga aku tidak dapat menolak kondisi yang ada. Memang inilah kekuranganku, aku tidak sanggup memberikan ketegasan, ketegasan atas semua sikap dan keputusanku. Semoga keputusanku ini tidak menimbulkan sesal di kemudian hari. Semoga Allah memberikan Aisya jodoh yang lebih baik dariku. Memang cinta tak harus memiliki, tetapi aku sangat merasa menjadi orang yang teramat kejam, sadis, jahat dan brengsek tatkala keputusan ini aku jalankan, di saat rasa sukaku mulai tumbuh kepada Aisya. Aku bukan saja kejam kepada Aisya, namun aku juga kejam terhadap diriku sendiri, sadis kepada hati kecilku, tega terhadap perasaanku sendiri. Andai aku dekat dengannya 2 tahun yang lalu.....Yah itulah kata-kata yang sekarang mengahantui pikiranku, aku hanya bisa berandai andai tanpa bisa merealisasikannya. Sejahat itukah diriku terhadap Aisya? Itulah pertanyaan besar di dalam hatiku....

Memang benci dan cinta itu hanya terbatas oleh seuntai benang tipis, ada kalanya kita benci kepada seseorang, lalu di kemudian hari kita bisa cinta kepadanya, dan sebaliknya, ada kalanya kita mencintai orang tersebutkan, namun di kemudian hari kita bisa amat membencinya.

Jadi nasehat yang dapat dipetik dari cerpen ini adalah :
”Janganlah engkau membenci sesorang / sesuatu teramat membencinya, karena suatu ketika engkau akan sangat menyayanginya dan janganlah engkau mencintai seseorang/sesuatu teramat cinta, karena suatu hari kelak engkau akan merasakan harus membencinya”.


**Tokoh dan cerita dalam cerpen ini hanyalah fiktif belaka
Created by Tini @ Feb 2010

1 comment:

Vira said...

a decision can change the world...

seorang teman berkata kepadaku,
aku tidak percaya cinta, aku percaya, hanya percaya, aku akan bersama orang yang aku butuhkan, dan membutuhkan aku..

Jika saat ini aku tidak memilihmu..
itu hanya sebuah perbedaan kecil antara...i want u but i dont need u..or other wise :)

great story mate