Tuesday, September 25, 2018

Aki Higan

Ambilkan Bulan Bu......

Sudah melongok ke angkasa kemarin malam dan hari ini?
Tanggal 23 September kemarin adalah Aki Higan 秋彼岸, bahasa Inggrisnya Equinox Day. Saya sudah pernah menulis tentang Haru Higan dan isinya kurang lebih sama. Yaitu kebiasaan nyekar ke makam dan makan ohagi. Yang belum pergi ke makam masih bisa sampai hari Rabu nanti (26 September) kok, karena memang Higan itu dimulai 3 hari sebelum hari Higan dan berakhir 3 hari sesudahnya. Biasanya kalau pergi nyekar pas pada hari Higan, jalanan akan macet dan bunga akan mahal (hhihihi kok seperti di negara kita ya? Eh tapi ini kalau beli di dalam kuilnya kok).

Bertepatan dengan AkiHigan, biasanya juga ada yang disebut dengan Tsukimi 月見, harafiahnya “melihat bulan”. Tentu bukan melihat burger dengan telur ceploknya Mac Donald, tapi memang dipakai sebagai waktu untuk menikmati bulan yang memang cantik di musim gugur ini. Malam ini kebetulan juga (terlihat) sebagai bulan purnama (ternyata tidak selalu Tsukimi pas bulan purnama, bisa kurang dikit, atau lebih dikit). Sebetulnya purnamanya baru besok tuh katanya :D

Nama kerennya 中秋の名月(ちゅうしゅうのめいげつ) Chushunomeigetsu, atau yang diingriskan sebagai Mid-Autumn. Kalau di Cina, Singapore, Taiwan banyak yang makan Moon Cake, tapi di Jepang biasanya makan Tsukimi Dango (bukan Tsukimi Burger ya hehehe). Sambil menikmati keindahan bulan, makan dango dan minum teh hijau (atau sake :D ).

Chushunomeigetsu ini juga disebut Malam ke 15 十五夜. Nah loh, 15nya dapat dari mana ya? Menurut penanggalan kuno, sebetulnya yang disebut musim gugur itu dari bulan Juli sampai September. Pertengahan musim gugur itu jadinya bulan Agustus, tepatnya tanggal 15 Agustus. Tapi penanggalan sekarang kira-kira terlambat 1 bulan, sehingga yang dinamanya 十五夜 itu adalah pertengahan September, waktu bulan purnama.  Tapi ternyata dari survei selama ini, kesempatan kita melihat bulan jelas dan indah itu hanya 67%-an saja. Karena biasanya pada hari ke 15 十五夜 itu hujan. Karena garis curah hujan biasanya berada di atas kepualauan Jepang.

Sudah sejak dulu kala, orang Jepang memuja Bulan. Tapi baru sekitar abad ke 9 (Zaman Heian), bangsawan berkumpul minum sake sambil memandang bulan. Untuk masyarakat biasa, baru mulai zaman Edo (1600-) ikut menikmati bulan seperti kalangan istana. TAPI masyarakat biasa itu lebih memuja bulan dengan Tsukimi karena menjelang panen. Festival panen padi, sehingga mereka berkumpul sambil berharap semoga panen berhasil. Di beberapa daerah mulai memasang orang-orangan yang disebut kakashi 案山子.

Pada acara tsukimi biasanya orang Jepang menghias dengan daun susuki yang seperti alang-alang. Rupanya ini menyerupai padi, sehingga dianggap bisa menghalau roh jahat. Tsukimi dango, yaitu mochi bulat yang putih menyerupai bulan ini disusun menyerupai piramid. Jumlahnya 15 karena Malam yang ke 15. Dan mochi yang teratas dianggap menjadi jembatan dengan dunia lain. Selain tsukimi dango, susuki, biasanya di pertanian menghias dengan panenan ubi, chestnut dan edamame. Tapi terutama satoimo, karena sebetulnya nama lain dari chushunomeigetsu adalah imomeigetsu.

Nah, jika tidak bisa menikmati Malam ke 15, atau Tsukimi hari ini, sebetulnya kita juga bisa menikmati Malam ke 13 十三夜dan ke 10 十日夜. Loh, kan mestinya sudah lewat?
Ternyata menurut perhitungan Malam ke 13 itu jatuh pada tanggal 21 Oktober 2018 dan Malam ke 14 jatuh pada tanggal 17 November. Tapi memang bulan purnama di musim gugur dan dingin indah ya. Mungkin karena kita (mulai) merasa dingin, melankolis dan romantis.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, mengapa di bulannya orang Jepang terlihat bayangan kelinci yang sedang membuat mochi? Apakah kita orang Indonesia juga sama melihat ke bulan dan membayangkan kelinci? Berdasarkan survei lagi, ternyata yang melihat di bulan itu ada kelinci hanya di daerah Asia (Jepang, Cina, Korea), sedangkan daerah Eropa misalnya melihat ada bayangan wanita, atau di Arabia melihat singa. Kenapa kelinci?

Di Jepang ada cerita turun temurun bahwa ada kelinci yang tinggal di bulan. Dan ini sebetulnya berasal dari cerita agama Buddha seperti begini:

Dahulu kala kelinci, rubah dan monyet. Suatu hari mereka bertemu seorang kakek tua yang lelah dan kelaparan. Kemudian mereka bertiga mengumpulkan makanan untuk si kakek. Monyet pergi ke gunung dan mengumpulkan buah. Rubah pergi ke sungai dan mengambil ikan. Kelinci mencari dan mencari, tapi tidak mendapat apa-apa. Karena tidak mendapat apa-apa, kelinci kemudian berkata, “Silakan makan saya!”, dan dia terjun ke api, supaya dagingnya bisa dimakan oleh si kakek. Rupanya si kakek adalah Taishakuten, (Shakra, Mahadewa) yang hendak menguji ketiganya. Terharu pada kelinci, Taishakuten mengirim kelinci ke bulan, supaya menjadi teladan semua orang.

Sedih ya... saya juga baru tahu cerita kelinci yang sedalam ini. Tapi kenapa kelinci harus membuat mochi di bulan? Ada versi yang mengatakan bahwa si kelinci membuat mochi untuk si kakek, atau si kelinci tidak akan kelaparan. Tapi yang paling masuk di akal adalah bahwa Festival Mid Autumn itu merayakan panen, yaitu beras. Dan mochi berasal dari beras. Dilambangkanlah beras menjadi mochi dalam legenda turun temurun di masyarakat Jepang.

Kita bisa mengakui bahwa Jepang memang membawa unsur-unsur penting kehidupan manusia dalam kebudayaannya, dan menghargai setiap unsur sebagai suatu hadiah dari alam, jika tidak bisa mereka katakan Tuhan.

Monday, September 24, 2018

Kebiasaan Bersih Bersih di Jepang

"Ngapain sih bersih-bersih di sekolah? Emang sekolah nggak mampu bayar tukang bersih? Aku sekolah bukan buat jadi tukang bersih-bersih, tau! Hhh..."

Mungkin  ada pikiran, bahkan keluhan yang terlontar ketika kita disuruh bersih-bersih di sekolah. Adakah yang punya pengalaman tersebut? Kalau ada, nggak usah ngacung. Simpan saja di hati kalian masing2.

Saya yakin pikiran negatif tersebut akan tergantikan menjadi pikiran positif jika berkesempatan mengintip sistem di sekolah dasar Jepang.

Di SD jepang, tidak ada Janitor alias Mamang-Mamang tukang bersih-bersih sekolah. Semua siswa setiap hari dibiasakan membersihkan sekolah.

Ada yang membersihkan jendela, loker, lorong depan kelas. Ada yang menyapu, mengepel lantai dan lain-lain.

Jadwal piket kebersihanlah yg memastikan semua dapat giliran secara adil dan teratur.

Semua tampak normal, tiada beban yang berlebihan. Tampaknya kebiasaan ini sudah mengakar di setiap siswa , guru dan staf. 

Ya, para guru dan staf juga mempunyai giliran membersihkan sekolah. Ada yang membersihkan toilet, tempat cuci tangan, dan lain sebagainya.

Jadi setiap orang yang memakai sarana sekolah tersebut dibiasakan untuk membersihkannya. Bahkan para orangtua siswa pun diajak untuk melakukan kebiasaan ini.

Setahun sekali para orangtua diberi kesempatan untuk menjadi petugas
bersih2 halaman sekolah.  Atau ada juga tugas mencuci gorden jendela sekolah.

Semua yang berkepentingan dengan sekolah dikondisikan agar ikut memikirkan sekolah, termasuk kebersihannya. Semua dilibatkan untuk merawat, menjaga kebersihan dan keindahan sekolahnya.

Dulu sempat mikir, kapan sih para Guru ini  bersih-bersih?? Sampai suatu waktu saya tahu berapa lama para guru tersebut berada di sekolah .

Perlu diketahui jam belajar siswa dimulai dari pukul 8.45 pagi sampai pukul 15.30. Para guru dan staf jam 6.30 sudah tiba di sekolah. Ajaibnya selesai jam sekolah pun mereka masih bekerja di sekolah sampai malam. Rata2 mereka pulang jam 22.00 malam. Bayangkan! Setiap hari! Terkadang Sabtu yang seharusnya libur pun harus ke sekolah.

Bayanganku di sela-sela waktu itu mungkin para guru dan staf bersih-bersih. Wong lama sih di sekolahnya. Dan tentu saja mereka pun harus mengerjakan tugas wajib mereka yaitu membuat bahan ajar, mereview keadaan anak didik, mengunjungi rumah siswa, dan lain sebagainya.

Sekolah dasar di Jepang mengutamakan pendidikan karakter. Bisa dibilang  nilai kebersihan berada di atas nilai kognitif.

Kebiasaan ini mengakar karena kebudayaan yang sudah ada di Jepang dari dahulu kala.

Konon ada ajaran Bushido yang setiap akan  latihan, mereka diwajibkan membersihkan pedang mereka terlebih dahulu. Ajarannya mengatakan," kalau giat  bersih-bersih maka jiwa pun akan bersih".

Pun di dalam ajaran Budha yang dulu banyak di anut oleh orang Jepang. Ajarannya mengatakan:
1. Berjerih payahlah untuk menjaga kebersihan dan keindahan.
2. Giatlah bekerja mencari nafkah.
3. Giatlah mencari ilmu.

Giat mencari ilmu (kognitif) ada di tingkatan nomor 3, sementara kegiatan membersihkan ini berada di nomor 1.

Kegiatan bersih-bersih di sekolah Jepang memiliki makna yang dalam. Selain menanamkan kebiasaan baik untuk menjaga lingkungan sekolah agar  kondusif ketika kegiatan belajar dan mengajar. Juga banyak nilai moral yang ditanamkan dari bersih-bersih ini.

Salah satunya, bentuk empathy kepada orang lain agar bisa nyaman menggunakan fasilitas sekolah. Menjaga agar barang2 awet hingga adik kelas bisa nyaman menggunakannya. Meski untuk adik kelas yang jauh usianya di bawah mereka, dan belum terdaftar di sekolah tersebut.

Dari kebiasaan bersih-bersih, anak-anak terjaga dari mengkotori atau merusak fasilitas sekolah karena sekolah milik bersama. Dan tentunya dari keringat setelah bersih2, para siswa jadi terjaga untuk mengotori lingkungannya. Karena tahu payahnya untuk membersihkannya. Timbulah rasa hormat dan menghargai kepada orang yang telah membersihkannya  terlebih dahulu.

Oh iya, kebiasaan bersih2 ini. Ditanamkan di sekolah dalam segala bidang.

Dimulai dari para siswa dibiasakan untuk memilah ketika membuang sampah . Ada tong sampah untuk sampah basah, sampah kertas, sampah plastik, sampah botol, sampah kaleng, sampah untuk kartrid dan sebagainya.

Juga ditanamkan di setiap kesempatan. Misal, ketika makan siang.

Anak2 harus memakai masker ketika piket menyediakan makan siang. Lalu ketika selesai harus mengelap meja bekas makan tadi. Memilah sampah untuk sedotan, untuk bungkus kotak susu dan untuk sampah basah. Juga menyusun piring2 kosong tersebut agar mudah untuk dicuci oleh koki sekolah.

Awalnya mamak juga kikuk nggak tahu apa yg harus dilakukan ketika makan siang bersama para Guru dan staf lainnya.Maklum...belum terbiasa. Persis kayak si Iteung saba kota. Celingukan...hehe.

Para Guru dan Staf melakukan hal yg sama dengan murid-muridnya. Selesai makan harus mengelap,memilah dan sebagainya.

Pengalaman pertama bikin keringat dingin deh..Tapi anehnya ikut bersemangat, terdorong untuk melakukan hal yang sama. Lingkungan yang sangat berenergi positif! Tentu saja mamak sambil nanya ini dan itu...cara buang yang benar dan lain sebagainya.

Di beberapa negara lainnya, ada juga yg memberlakukan kegiatan bersih-bersih sekolah. Tapi esensi bersih-bersihnya ada yang berbeda dengan di Jepang.

Misal, karena sekolah tidak ada biaya untuk membayar tukang bersih2, maka disuruhlah anak2 untuk menyapu dan mengepel sekolah. Bahkan membersihkan toilet dijadikan hukuman untuk siswa yg bermasalah. Sementara  itu si Guru duduk2 ngupi or ngeteh di depan anak-anak yang lagi keringatan ngelap dan nyapu. Oh noo... plisss deh.

Saturday, September 15, 2018

Hari Lansia di Jepang

Hari Penghormatan bagi Lansia.

Loh, memangnya lansia di Jepang tidak dihomati ya? Sampai harus menetapkan peringatan untuk Lansia? Mengapa ada hari libur yang disebut sebagai Hari Lansia itu sih?

Konon pada tahun 1947, di sebuah desa di Prefektur Hyogo, menetapkan adanya hari 年寄りの日Toshiyori no Hi (Hari orang tua), dengan slogannya “Kita pinjam akal pikiran orang yang tua untuk membangun desa kita”. Karena tanggal 15 September itu dianggap merupakan hari paling cerah, maka setiap tanggal 15 September itu diperingati Hari Lansia, dan dari desa tersebut pada tahun 1950 menyebar ke seluruh prefektur, dan pada tahun 1966 resmi hari Lansia ini menjadi hari libur nasional. (Hebat ya…mulai dari desa tuh..)

Sampai dengan tahun 2002, Hari Lansia敬老の日 ini selalu diperingati setiap tanggal 15 September apapun harinya. Tapi sejak ada kebijaksanaan Happy Monday (membuat hari libur beruntun Sabtu, Minggu, Senin, seperti di Indonesia lah), maka sejak tahun 2003 berubah menjadi Minggu ke 3 bulan September.

Lalu pada hari ini Lansia ngapain? Ya biasa saja sih, tapi biasanya dari pemerintah daerah di tempat tinggalnya, ada hadiah dibagikan pada lansia ini (biasanya berupa kue Jepang Manju merah putih atau Kastela). Ada juga pemda yang memberikan angpao (hadiah berupa uang). Bagi lansia yang punya cucu-cucu biasanya hari ini juga bisa diadakan “pertemuan” keluarga. Makan-makan dan minum-minum gitchuu.

Bila ditanya, yang namanya Lansia itu dari usia berapa? Hmmm susah juga ya. Jawabannya semua orang yang sudah tua = lansia. Semestinya dari usia 60 tahun karena dalam kalender Cina (Shio) manusia itu genap 5 kali mengalami satu putaran kehidupan yang lamanya 12 tahun (Satu putaran itu ada 12 shio) dan dalam bahasa Jepangnya disebut Kanreki 還暦. Pada usia 60 tahun ini juga biasanya pegawai akan berhenti pensiun. Orang yang memperingati ulang tahun ke 60 ini akan diberikan 赤いちゃんちゃんこ akai-chanchanko yaitu sejeniss rompi dan topi berwarna merah. Tapi karena usia harapan hidup orang Jepang semakin tinggi, umur 60 tahun belum dianggap tua. Kalau boleh saya menetapkan (menurut saya loh) Lansianya Jepang itu mulai 70 tahun.

Nah sebetulnya ada beberapa peringatan khusus bagi lansia setelah Kanreki (60 tahun), dan masing-masing ada namanya.

Usia 70 th, namanya 古希 KOKI, warna ungu
Usia 77 th, namanya 喜寿 KIJU, warna ungu.
Usia 80 th, namanya 傘寿 SANJU, warna kuning
Usia 88 th, namanya 米寿 BEIJU, warna kuning
Usia 90 th, namanya 卒寿 SOTSUJU, warna putih
Usia 99 th, namanya 白寿HAKUJU, warna putih
Usia 100 th, namanya 紀寿 atau 百寿 KIJU atau HYAKUJU, warna putih
Usia 108 th, namanya 茶寿 chaju, 111th 皇寿 kouju dan 120 th大還暦 daikanreki. Sebutan-sebutan peringatan ini juga menarik, jika dilihat dari penulisan kanjinya (tapi sulit untuk bisa saya terangkan tertulis).

Tapi perlu diperhatikan bahwa selain kanreki yang diperingati persis waktu seseorang berulang tahun ke 60, peringatan lainnya biasanya diperingati menurut 数え歳 kazoedoshi, yaitu dikurangi 1 tahun. Kazoedoshi ini terjadi karena perhitungan jika bayi lahir itu sudah berusia 1 tahun. Saya pernah salah terlewatkan memperingati KIJU untuk bapak mertua, pikirnya pas dia berulangtahun ke 77, tahunya sudah terlewat, justru saat itu dia sudah 78 th menurut kazoedoshi.

Jumlah lansia tahun 2018 belum diumumkan tapi tahun lalu saja  jumlahnya sudah 27,7 persen dari jumlah penduduk sebanyak 35 juta jiwa. Fenomena 高齢化社会 masyarakat yang semakin menua ini di satu pihak menggembirakan, tapi di lain pihak membawa masalah bagi negara. Tapi saya selalu senang melihat lansia di Jepang, banyak yang tetap bersemangat untuk hidup sehat dan tetap beraktifitas/ berguna bagi masyarakat. Semoga kita semua bisa seperti lansia Jepang ya.....